Negeri Ureng adalah sebuah Negeri di Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku,disebelah utara bersebelahan dengan
Negeri Lima, sebelah selatan berbatasan dengan Negeri Asilulu, disebelah barat
berbatasan dengan selat manipa dan di sebelah timur berbatasan dengan Liliboi.
Adapun letak negeri ini diapit pula oleh tiga buah Gunung yang merupakan
ketahanan Negeri, gunung tersebut adalah gunung Kelerihu, Gunung Elimanurihu
dan Gunung Eliniwel. Selain tiga gunung ada terdapat dua buah sungai disisi
kiri kanan negeri yang merupakan sumber kehidupan masyarakat negeri
Negeri Urehena /
Ureng ini terbentuk dari himpunan dua suku kata yaitu :
- Suku Alifuru yang turun dari gunung di kampung (Negeri Nakalale),yang terletak di wilayah/lembah antara kaki gunung Seribu Ewang dengan Gunung Titakapa,yang dipimpin oleh seorang kapitan yang memiliki ilmu kedigdayaan yang sangat tinggi dan berpengaruh di Jazirah Leihitu yang bernama ” Kapitan Kaihatu ” (yang sekarang Rumah Tau Kotala Hatta Iti). Beliau didampingi oleh dua orang kapitan yaitu : Kapitan Maunda (sekarang Rumah tau Heluth Hatta Helut) dengan gelar adat Sopa Mena dan Kapitan Leli Awen (sekarang Rumah tau Lain hatta Mony) dengan gelar adat ’Mewar.
- Suku
pendatang dipesisir pantai di negeri Urehena,diwilayah Hitu Ama,yaitu wilayah
antara wae Kulelu dan Wae Sula. Para pendatang itu terdiri dari golongan
penyiar agama Islam dan golongan hunian pantai lainnya,yang dipimpin oleh
seorang Maulana yang bernama : Amrullah Al-Fatani/Ali Fatan (sekarang Rumatau
Laitupa hatta Iti dari Teuna Tupa Putih) dengan gelar adat Siwa Lete,serta tiga
orang bangsawan yaitu : Urung Besi (sekarang Rumatau Tanassy Hatta ureng)
dengan gelar adat Bessi,dan sou Huath (sekarang Rumatau Huath Hata Huath)
dengan gelar adat Sou Bessi,serta seorang bangsawan yang bergelar Lebe Tumbang
Joro (sekarang Rumatau Laisouw Hatta Loro).
B. NAMA-NAMA SOA DAN GELAR SOA
1) Nama Soa
Secara sosiologi masyarakat Ureng terbentuk dari tiga soa
Soa-soa tersebut diperinci dalam bentuk Fam atau marga sebagai berikut.
¨
Soa Laitupa, yang terdiri dari Marga Laitupa dan Kotala Hata Iti.
¨
Soa Nur Laisouw
Pakay, terdiri dari
a.
Marga Kotala
d. Marga Mahu
|
b.
Marga Laisouw
e. Marga Heluth
|
c.
Marga Niapele
f.
Marga Lain
|
¨
Soa Uren Bessy, terdiri dari
a.
Marga Tanasy
d. Marga Mahu
|
b. Marga Makatita
e. Marga Pelu
|
c.
Marga Heluth
g.
Marga Mahulete
|
Dari setiap Soa dipimpin oleh kepala Soa dengan Gelar sebagai berikut :
¨
Soa
Laitupa di pimpin oleh Kepala Soa, dengan gelar Ali Fatan
¨
Soa
Nur Laisouw Pakay dipimpin oleh dua orang Kepala Soa, dengan gelar
masing-masing Tita Hatu dan Tota
¨
Soa
Uren Bessy dipimpin oleh dua orang Kepala Soa, dengan gelar masing-masing Bessy dan Toral.
C. PERAN
SOA DAN STATUS SOA
1)
Peran
Soa
¨
Soa
Ali Fatan Berperan di dalam negeri sebagai Pembawa aspirasi dari tiga marga termasuk
mata Rumah terbesar di negeri
¨
Soa
Tita Hatu dan Toral berperan di dalam negeri sebagai membatu raja dalam urusan
pemerintahan adat
¨
Soa
Bessy dan Toral berperan di dalam negeri sebagai membatu raja dalam urusan
pemerintahan adat
2)
Status
Soa
¨ Soa
Ali Fatan sebagai Raja (Pemimpin)
¨
Soa
Tita Hatu dan Tota sebagai Pemegang Terompa
¨
Soa
Bessy dan Toral sebagai pemegang Mahkota Raja
D. JUMLAH PENDUDUK NEGERI URENG
Jumlah Penduduk : 3739
jiwa / 803 KK
Tabel 1. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur
(Thn)
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
0 – 4
5 – 9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 ke atas
|
71
159
215
223
203
167
115
119
117
77
70
61
76
169
|
138
193
207
247
169
172
121
115
96
79
70
49
85
156
|
209
352
422
470
372
339
236
234
213
156
140
110
161
325
|
Jumlah
|
1842
|
1897
|
3739
|
Tabel 2. Jumlah Penduduk
Menurut Tingkat Pendidikan
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
1.
|
Tamat Akademi/PT
|
225 Orang
|
2.
|
Tamat SLTA
|
352 Orang
|
3.
|
Tamat SLTP
|
607 Orang
|
4.
|
Tamat SD
|
1467 Orang
|
5.
|
Belum Tamat SD
|
715 Orang
|
6.
|
Tidak / Belum Sekolah
|
373 Orang
|
Jumlah
|
3739 Orang
|
Tabel
3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No.
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah
|
1.
|
Petani
|
461
Orang
|
2.
|
PNS/ABRI
|
92
Orang
|
3.
|
Nelayan
|
325
Orang
|
4.
|
Pedagang
|
62
Orang
|
5.
|
Buruh Bangunan
|
71
Orang
|
6.
|
Buruh pabrik
|
60
Orang
|
7.
|
Pengusaha
|
44
Orang
|
8.
|
Pengemudi Angkutan Umum
|
14
Orang
|
9.
|
Tukang Ojek
|
45
Orang
|
10.
|
Pensiunan
|
79
Orang
|
11.
|
Penganggur
|
2109
Orang
|
12
|
Lain-lain
|
377
Orang
|
Jumlah
|
3739 Orang
|
E. HUBUNGAN
SOSIAL
Sistim nilai budaya yang dipakai
sampai saat ini, adalah :
- Hubungan ”Gandong” dengan Ameth, Liliboi dan Naku
- Hubungan ”Pela” dengan negeri Paperu.
Nilai budaya lain yang
masih dipegang selama ini adalah :
- Pemandian atau penyucian Mahkota tiang Alip
Mesjid dan Pemasangan Mahkota 7 susun pada raja yang mangkat jabatan Raja
dengan ritual adat
- Masohi
adalah bentuk kerjasama antara warga
masyarakat yang sifatnya membantu warga yang berhajat melaksanakan sesuatu
kegiatan,misalnya membangun rumah.-
- Badati bermakna kerja sama saling membantu dalam
satu urusan pekerjaan yang harus dikerjakan secara bersama-sama Dalam suatu
tradisi pembangunan masjid misalnya, biasanya negeri-negeri lain bahkan non
muslim menawarkan untuk menanggung bahan-bahan lokal yang diambil di negerinya.
- Ma’ano
: adalah bentuk kerja sama bagi hasil, sebuah kebiasaan saling membantu dan
menanggung atas suatu pekerjaan yang hasilnya dibagi bersama mereka yang
bersepakat.
- Sasi
hukum adat yang berkaitan dengan larangan
untuk mengambil, baik hasil hutan atau hasil laut dalam jangka waktu tertentu
yang ditetapkan pemerintah setempat
- Kewang polisi hutan yang mengawasi hutan / laut agar tidak diambil hasilnya oleh
masyarakat sebelum saat dibukanya sasi.
- Marinyo yaitu membantu raja melakukan tugas-tugas
yang berkaitan dengan penyampaian atau memberikan informasi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pembangunan negeri kepada masyarakat (tabaos)
- Makan
patita : tradisi yang biasanya dilakukan pertemuan orang basudara
- Hadrat dan Tari Sawat yaitu Tarian adat yang
mengandung nilai adat dan agama
- Tarian Tiki – Taka merupakan tariann adat yang
akan di adakan saat pelantikan raja
- Pasowale pada saat hajatan adat/kumpul bersama
Istilah-istilah dalam Kelembagaan Adat Negeri Ureng
1. Hena yaitu seluruh
masyarakat adat yang terbagi atas beberapa Luma Tau/ Mata rumah yang terbentuk
dari penggabungan beberapa keluarga inti
yang diperluas, tetapi berasal dari satu garis keturunan dan memiliki
sifat dasar yaitu geneleogis;
2. Raja yaitu Kepala
Pemerintahan Negeri yang memimpin dan mengatur segala bentuk pranata
kehidupan komunitas dalam negeri adat
yang keturunannya turun temurun dari pada leluhur yang telah diwariskan
kepadanya, dengan tetap bekerja bersama-sama Saniri Negeri, Tokoh Agama, Tokoh
Adat dan Tokoh Pemuda;
3. Upu Latu Marayase; yaitu
sebuah nama gelar dari Raja Ureng, yang mengandung nilai sejarah dan warisan
turun temurun dari para leluhur negeri Ureng;
4. Tukang Mena adalah kepala
tukang dari mata rumah raja dipilih oleh anak soa laitupa raja
5. Tukang muli adalah mata
rumah tukang
6. Tukang Husal Lua; yaitu
sekelompok orang yang mempunyai hak penuh untuk mengatur semua bentuk pekerjaan
di masjid yang berjumlah 12 orang dan dipimpin oleh Tukang Elak (Tukang Besar),
dan diangkat berdasarkan garis keturunan
secara turun temurun
7. Tukang sunat yang terdiri
dari sunat mena muli yang diangkat oleh mata rumah tertentu berdasarkan garis
turunan dan bertugas untuk melaksanakan sunat/hitanam
8. Imam Elak yaitu satu-satunya
yang menjadi pemimpin keagamaan di negeri Ureng yang mempunyai tugas di bidang keagamaan dan memimpin jamaah di
Masjid Besar (Almubaarak) . Diangkat oleh Raja dengan memperhatikan garis
keturunan
9. Khatib yaitu melaksanakan
khotbah di masjid pada setiap hari Jumat dan diangkat oleh Raja berdasarkan hak turun temurun dengan
memperhatikan usulan mata rumah
10. Modim yaitu pembantu Imam
dan Khatib di masjid, yang tugasnya memandu waktu shalat di Masjid yang
diangkat oleh raja berdasarkan usulan tiga anak soa yang terdiri dari
sekumpulan beberapa mata rumah
11. Marbot yaitu penjaga
masjid yang diambil oleh Raja
12. Kepala Dati yaitu seorang
kepala Luma Tau yang bertugas mengatur dan memimpin segala bentuk pekerjaan
dalam Luma Tau /Rumah Tua Adat serta berhak mengontrol dati / tanah dati yang dukasai demi kesejahteraan anak cucu
dati.
13. Kepala Soa sebagai
pemimpin Soa yang bertugas mengatur anak
soa. Kepala Soa diangkat
dalam musyawarah soa yang
dihadiri oleh semua anak soa.
14. Pencucian negeri dapat dilakukan pada acara-acara
tertentu.
F. TARIAN NEGERI URENG
- Tarian Tiki-Taka
Nama Tiki-Taka ini diambil dari bahasa gunung dan bahasa pantai dalam
perpaduan bahasa yang selaras dengan momentum pertemuan antara penghuni Negeri
Nakalale dengan penghuni Negeri Urehena dalam perpaduan budaya. Kata Tiki-Taka
yang berasal dari bahasa gunung dan bahasa pantai mengandung arti tersendiri :
Tiki yang artinya Petik, dari bahasa gunung dengan Parang dan Salawaku
Putih. Taka artinya Kedamaian, dari bahasa pantai dengan tarian Tamil.
Secara lengkap sebutan Tiki-Taka berarti Petik Kedamaian dalam satu
kesatuan makna.Pemimpin tarian Tiki-Taka adalah Raja Tombak aliran putih (Latu
Tupa Putih) yaitu suatu kedigdayaan aliran para Wali.
Tarian Tiki-Taka ini dirancang oleh seorang Maulana Asal Baghdad (Penyiar
Agama Islam) dizaman awal masuknya Agama Islam di Jazirah Mulok atau wilayah
Maluku, yang bernama Amrullah Al-Fatani yang kemudian dinobatkan menjadi Raja
dengan gelar Upu Latu Marayase di Negeri Ureng dan memangku jabatan kepala adat
diwilayah Uli Ala Nurwa Itu Sopa Barakate dengan gelar Siwa Lete yang artinya
sembilan tertinggi pada sembilan Uli di Jazirah Leihitu.
Tombak berwarna putih melambangkan kualitas / kedigdayaan aliran putih dari
golongan para Wali. Tarian ini dilakukan saat awal pertemuan antara penghuni
Negeri Nakalale dengan Urehen, yang menandakan bahwa telah terjadi perubahan
kualitas tombak warna hitam dari para kapitan, menjadi kualitas tombak kapitan
berwarna putih, sebagai simbol penyatuhan ketahanan adat yang selaras dengan
Agama, maka tokoh pancetus perubahan warna tombak itu diberi marga Lelitupa
kemudian menjadi Laitupa, setelah mengalami degradasi bahasa.
Parang dan Salawaku putih dengan dua bulu ayam jantan pada kopiah/peci
melambangkan sikap satria dengan simbol ayam jantan putih, memandakan bahwa
telah terjadi perubahan warna satria ayam jantan hitam (Manu Tula Miten)
menjadi satria ayam jantan putih (Manu Tula Putih).
Gerakan miring Salawaku (Leli Awen) memberi isarat bahwa semua penyaluran
kekuatan dan kedigdayaan haruslah lebih peduli terhadap nilai-nilai kemanusiaan
dalam hubungan horizontal antara sesama manusia serta melindungi dan
menghormati hak asasi manusia.
Tarian Tamil dengan pakaian para Wali yang menari dan bersukaria,
menandakan bahwa para penghuni pantai sedang bersukaria menyambut kehadiran
para penghuni Negeri Nakalale untuk hidup berdampingan secara rukun dalam
nuansa kedamaian.
Pukulan gong dua kali dalam irama tarian Tiki-Taka, dan dua kali pukulan
dari penari Tamil, serta dua kali hentakan kaki dari gerakan Parang Salawaku,
semua penyaluran kekuatan dan kedigdayaan harus berlandaskan kepada ketahanan
Dua Kalimat Syahadat.
G. TEMPAT-TEMPAT
PAMALI DI NEGERI URENG
Tempat-tempat
pamali yang berada di Negeri Ureng yaitu :
-
Gunung
Eli Manurihu yang tempatnya tepat berada di belakang negeri ureng
-
Waepeka
yang tempatnya berada di unjung kampung berbatasan
dengan assilulu
-
Talaga
yang tempatnya berada di dalam negeri ureng negeri ureng
Ketiga tempat di atas sangat pamali dan apabila ada orang
yang melanggar aturan yang telah ada pada adat, akan terjadi kematian pada
orang yang melanggarnya
H. BAILEO
Negeri Ureng
memiliki Baileo yang di bangun pada tahun 2011. Bentuk baileo negeri ureng
yaitu patalima
I. MEMPERINGATI
HARI-HARI BESAR
Untuk memperingati
hari-hari besar, Negeri Ureng membuat perlombaan untuk memperingati hari
tersebut dengan membuat lomba sebagai berikut :
1.
Gerak Jalan Indah
2.
Dayung Perahu
3.
Makan Kerupuk
4.
Tarik Tambang
5.
Main Bola
Semua lomba di atas di ikuti oleh RT/RW yang berada
di Negeri Ureng. Lomba tersebut diatas di ikuti oleh Ibu-ibu dari tiap-tiap
RT/RW
J. PENYELESAIAN KONFLIK
- Sistem
penyelesaian konflik bila terjadi pada satu soa sebelum sampai ke tangan raja
dengan staf adatnya maka akan diselesaikan oleh soa atau kepala soa yang membawahinya.
- Apabila konflik
itu akan terjadi pada soa yang berbeda maka diselesaikan oleh kedua kepala soa dan
atau ketiga kepala soa yang membawahinya.
-
Apabila konflik
itu terjadi antar negeri maka akan diselesaikan oleh raja dan staf prangkat.
0 komentar:
Posting Komentar